Monday, August 23, 2010

Lambat Bicara Picu Gangguan Mental

ANAK yang telat bicara memang menimbulkan kecemasan bagi orang tua. Selain akan terhambat dalam pergaulan, keterlambatan komunikasi juga akan menyebabkan gangguan mental saat dia dewasa.

Wajar bila orang tua khawatir jika anak yang telah berumur 2 hingga 2,5 tahun belum bisa bicara dengan lancar. Hanya potongan-potongan kata yang dia ucapkan, itu pun tidak terucap dengan jelas. Padahal, sesuai tahapan perkembangannya, anak usia 1,5 tahun seharusnya paling tidak sudah bisa menggunakan minimal 5 kosakata yang konsisten seperti papa, mama, apa, dsb.


Selanjutnya, secara bertahap pada usia 2 tahun anak mempunyai 2 lusin kata yang dapat dirangkai sederhana. Pentingnya kemampuan berbahasa karena bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran, dan emosi.

Jika tidak mahir berbicara, anak tentu akan mengalami gangguan dalam kemampuan bersosialisasi. Keterlambatan bicara juga memengaruhi mentalnya jika dewasa kelak. Menurut sebuah studi yang dikerjakan selama 29 tahun, anak dengan keterlambatan berbicara memiliki risiko lebih besar untuk mendapatkan masalah-masalah sosial, emosional, atau perilaku, pada saat mereka dewasa. Hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam edisi Juli jurnal kedokteran “Pediatrics”.

Para peneliti menggunakan tes standar untuk mengukur kemampuan bahasa Reseptif, yaitu kemampuan untuk memahami apa yang dikatakan orang kepada 6.941 anak yang berusia 5 tahun. Data lanjutan soal ini, sekitar 72 persen telah tersedia pada saat mereka berusia 34 tahun.

Secara keseluruhan, anak-anak yang menunjukkan tanda-tanda keterlambatan dalam kemampuan bahasa reseptif pada umur 5 tahun lebih mungkin mengalami masalah kesehatan mental di usia 34 tahun dibanding anak-anak yang tidak mengalami penundaan tersebut. Temuan ini lebih menonjol di kalangan anak laki-laki daripada bocah perempuan.

“Konsekuensi masalah psikososial terkait gangguan bahasa reseptif di usia dini bertahan hingga usia dewasa,” kata para peneliti yang dipimpin oleh Ingrid Schoon PhD, seorang profesor perkembangan manusia dan kebijakan sosial dari Institute of Education of the University of London, Inggris.

“Kebutuhan anak yang mengalami gangguan bahasa sangat kompleks. Dan iperlukan peningkatan kesadaran mengenai kesulitan sosial dan psikologis yang mungkin dialami anak-anak ini hingga membekas,” imbuh Schoon seperti dikutip laman webmd.com.

Keterlambatan berbicara di usia dini, terang peneliti, bisa mengganggu kemampuan anak untuk bersosialisasi dan mencari teman. Isolasi sosial ini bisa terbawa hingga usia dewasa. Hal ini selanjutnya bisa membuat anak kesulitan menjalin dan mempertahankan hubungan serta bertahan dalam pekerjaan. Kedua kondisi ini bisa menjadi pemicu gangguan kesehatan mental atau perilaku.

Penelitian itu juga menyebutkan, anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara cenderung lahir dari ibu atau orang tua berusia remaja dengan tingkat pendidikan rendah dibandingkan anak-anak yang tidak menunjukkan gejala keterlambatan bahasa di usia lima tahun.

Terlebih lagi, orang tua dari anak-anak yang mengalami penundaan bahasa juga cenderung stres, kurang tertarik dengan pendidikan anak, serta tidak membacakan buku atau cerita kepada anak mereka secara teratur.

“Temuan ini mencerminkan apa yang kita lihat dalam praktek,” ujar Carl B Feinstein MD, direktur soal psikiatri anak dan remaja di Lucile Packard Childrens Hospital di Palo Alto, California, Amerika Serikat. “Penundaan kemampuan berbahasa merupakan faktor risiko utama gangguan sosial dan emosional. Sayangnya, hubungan ini tidak mendapatkan perhatian yang cukup,” keluhnya.

Akan tetapi, lanjut Feinstein, orang tua bisa melakukan banyak hal untuk membantu anak. “Seberapa banyak Anda membaca kepada anak dan seberapa besar perhatian yang Anda berikan terhadap pendidikan mereka akan membuat perbedaan besar terhadap kemampuan bicara anak. Selain itu, meluangkan waktu untuk melakukan percakapan secara intens juga bisa membantu,” katanya.

“Penemuan baru ini merupakan sebuah ajakan untuk bertindak,” tegas Feinstein. “Jika Anda memiliki masalah soal ini, segera pergi ke dokter anak dan minta penilaian soal perkembangan bicara dan bahasa anak. Jika anak pergi ke sekolah, minta juga agar sekolahnya memberikan penilaian,” dia menyarankan.

“Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa anak-anak yang miskin pengalaman keterampilan bahasa reseptif saat usia dini lebih mungkin untuk mengalami tingkatan rendah dari kesehatan mental di masa dewasa daripada anak-anak dengan perkembangan bahasa yang normal,” jelas Melissa Wexler Gurfein, seorang ahli patologi bahasa di New York, Amerika Serikat.

“Sebenarnya temuan ini tidak mengejutkan. Bahwa anak-anak dengan kemampuan bahasa reseptif yang kurang sering mengalami gangguan sosial serta akademik,” tambahnya.

“Dengan (keterlambatan) ini, anak menjadi rendah diri, yang jika tanpa intervensi bisa memengaruhi masa transisi dari kanak-kanak menjadi dewasa,” kata Wexler. Hal ini, terang dia, bukan berarti anak-anak dengan keterlambatan bahasa menjadi pribadi yang “sia-sia”.

“Sangat penting untuk memberikan dukungan yang tepat dan intervensi yang baik untuk anak yang mengalami keterlambatan bahasa ini. Semakin awal seorang anak menerima intervensi yang tepat, semakin sukses intervensi tersebut,” tukas Wexler.

Wexler menyarankan kepada orang tua dan dokter anak untuk segera mengidentifikasi seorang anak yang diduga memiliki keterlambatan bahasa.

Setelah itu memulai melakukan perawatan mengatasi masalah itu yang semoga tidak hanya membantu anak tersebut untuk mendapatkan teman yang seusianya, tetapi juga memberikan dukungan yang dibutuhkan untuk berhasil dalam hidupnya kelak.
Joslin Zeplin-Paradise, ahli patologi bahasa lainnya di New York, Amerika Serikat, setuju akan nasihat tersebut.

“Penundaan kemampuan berbahasa bukanlah awal dari sebuah kegagalan,” katanya.“Ini merupakan kesempatan untuk mencari bala bantuan dan mengobatinya hingga akar penyebab masalah,” lanjutnya.

Dia menambahkan, ada banyak sekali penyebab anak mengalami keterlambatan bicara. “Kalau orang tua membantunya dengan sungguh-sungguh, anak-anak dan bisa lebih mengejar (ketertinggalan),” katanya.

“Tetapi saya sampai saat ini belum melihat korelasi langsung antara anak-anak dengan keterlambatan berbicara dan masalah psikososial atau emosional,” tandasnya.

0 comments:

Post a Comment